Media baru dan media sosial telah mengubah praktik Public Relations (PR). Salah satu area yang berubah adalah aktivitas komunikasi krisis. Oleh karena teknologi baru ini, krisis bisa menjadi lebih kompleks. Arus informasi, ketidakjelasan, dan gosip, tengah meningkat. Parapraktisi PR harus terlibat dalam pemanfaatan media baru dan sosial media dalam rencana komunikasi krisis mereka. Sebelum melakukan itu, praktisi PR harus mengubah cara pandang mereka terhadap media sosial dan media baru.
Kehadiran new media dan social media telah mengubah cara para praktisi
public relations dalam berpikir dan melaksanakan praktik-praktiknya. Dengan mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh social
media maka praktik PR akan lebih
mendunia, lebih strategis, semakin bersifat komunikasi dua arah
dan interaktif, simetris atau
dialogis dan lebih bertanggung
jawab secara sosial.
Hal ini cukup dapat
mendasari bahwa pada
era baru ini social media dapat dijadikan sebagai salah satu toolkit yang
digunakan dalam strategi PR dalam berkomunikasi dengan publiknya.
Salah satu
praktik PR yang
ikutberubah dengan berkembangnya teknologi komunikasi adalah
komunikasi
krisis.Perkembangan
teknologi komunikasi memperbesar
potensi akan hadirnya krisis akan semakin besar. Pendapat lain
mengungkapkan perkembangan
teknologi dan informasi membuat orang-orang
semakin peduli, semakin perhatian
terhadap sebuah isu atau risiko yang dihadapi oleh organisasi.
Krisis yang muncul di era teknologi komunikasi yang
baru cyberspace misal ketika kita melihat ada
tulisan di blog, website, mailing
list, atau tulisan di Facebook
berisi tuduhan terhadap seseorang, organisasi, kualitas sebuah produk atau layanan. Padahal tuduhan tersebut belum bisa dipastikan
kebenarannya (Millar dan
Heath, 2004). Rumor merupakan bentuk spesial untuk sebuah krisis – bahkan di cyberspace
saat ini sifatnya sudah lebih provokatif.
Dasar dari
komunikasi krisis adalah
memberikan respon dengan segera begitu
krisis terjadi, dengan pesan
yang terbuka dan jujur kepada para pemangkukepentingan (stakeholder) baik
itu yang terpengaruh secara
langsung atau tidak langsung. Perusahaan atau organisasi punya waktu
“minimal 40 menit
hingga maksimal 12 jam”
untuk memberikan penjelasan versi mereka
atas sebuah krisis. Jika dalam
rentang waktu tersebut organisasi
atau korporasi gagal
merilis informasi yang relevan, maka kepercayaan publik kemungkinan sudah
turun terhadap informasi yang
akan dirilis di luar time
frame tadi.
0 komentar