Minggu, 04 November 2018

Analisis Strategi Manajemen Krisis PR PT.Angkasa Pura I Dalam Menghadapi Dampak Erupsi Gunung Agung 2017


Berkembangnya sebuah perusahaan profit maupun non profit tidak terlepas dari peran serta divisi humas (hubungan masayarakat) atau publik relations dalam berorganisasi.  Pada dasarnya publik relations berperan dalam membangun hubungan baik dengan publiknya, dengan harapan terciptanya citra yang positif  terhadap perusahaan. Cutlip, Center and Broom (2009:5) juga berpendapat behwa publik relations adalah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan baik bermanfaat antara organisasi dengan publik yang menentukan kesuksesan atau kekacauan organisasi, sehingga peran penting PR sebagai fasilitator atas permasalah yang terjadi, termasuk dalam situasi yang tidak terduga seperti halnya krisis.

Krisis itu sendiri merupakan suatu keadaan kritis yang berkaitan dengan berbagai kemungkinan yang berpengaruh negatif terhadap organisasi, sehingga diperlukan keputusan cepat dan tepat agar tidak mempengaruhi keseluruhan organ suatu organisasi. G Harison (2006:173).

Sebuah penelitian telah menemukan bahwa krisis yang terjadi pada PT.Angkasa Pura I Bandara Internasional I Gustu Ngurah Rai Bali itu disebabkan oleh bencana alam yakni dampak dari erupsi Gunung Agung. Proses krisis ini terjadi pada 27 November 2017 sampai dengan 29 November 2017 berdasarkan atas notice to airmen (NOTAM) oleh pihak animav yang kemudian pada pertemuan  (emergency operational center) ketua Otoritas Bandara Wilayah IV bersama dengan General Manager PT. Angkasa Pura I Bandara International I Gusti Ngurah Rai Bali memutuskan untuk menutup operasional bandara demi keselamatan penumpang.

Adanya suatu tim krisis internal (Airport disaster management) dan  tim krisis eksternal (Emergency operational center) dalam situasi krisis akan melakukan koordinasi yang dijembatani oleh humas Ngurah Rai untuk menentukan strategi yang tertuang dalam program atau kebijakan sesuai dengan analisis situasi. Terbentuknya suatu menejemen krisis bagi tim krisis yang dikomando oleh humas Ngurah Rai tidak terlepas pada tahapan krisis itu sendiri, hal tersebut berkaitan karena strategi yang tertuang dalam program melalui tahapan krisis yang telah dipaparkan, humas dapat menentukan manajemen krisis secara efektif dan efesien, seperti halnya konsep yang dikemukakan oleh Steven Fink mengenai anatomi krisis, humas memadukan konsep tersebut sebagai pertimbangan untuk membentuk manajemen krisis yang dikemukakan oleh Rhenald Kasali sebagai berikut:

1.        Identifikasi Krisis

Praktik kerja humas Ngurah Rai ketika awal mengetahui suatu permasalahan langsung mengidentifikasi yang merupakan suatu langkah yang terdapat pada tahapan pre alert. Menurut Steven Fink tahap peringatan tersebut sebagai tahan prodromal yang mengindentifikasi krisis mungkin terjadi dan menimbulkan kehncuran apabila tidak dilakukan penanganan dengan cepat dan tepat.

Melalui tahapan identifikasi memungkinakan humas melakukan persiapan, dengan bersikap waspada terhadap situasi yang terjadi. Humas dalam hal ini merupakan penggerak dari signal yang ditangkap atas hasil identifikasi yang dilakukan humas itu sendiri dan instansi terkait.

2.        Analisis Krisis

Analisis terhadap hasil identifikasi yang dilakukan pada tahap sebelumnya diharapakan dapat memberikan pengembangan informasi melalui formula yang dijelaskan oleh Rhenald Kasali bahwa menggunakan formula 5W+1H  merupakan suatu cara agar dapat mengungkapkan dan mengembangkan secara mendalam sistematis, informatif dan deskriptif mengenai krisis yang terjadi. Formula tersebut direalisasikan dalam salah satu strategi manajemen krisis yang dihadapi PT.Angkasa Pura I Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, pada tahap prodromal atau pre alert analisis terhadap hasil temuan dapat direalisasikan.

Kegiatan analisis krisis pada perusahaan dalam menghadapi krisis akbiat erupsi Gunung Agung disatukan dalam kegiatan identifikasi krisis, karena humas beranggapan bahwa analisis krisis merupakan satu kesatuan dari identifikasi, sehingga ketika mendapatkan informasi atau data di lapangan  pada kegiatan identifikasi maka akan langsung akan dilakukan analisis. PT.Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai manggabungkan kegiatan analisa krisis dengan identifikasi dalam satu rangkaian pada manajemen krisis Gunung Agung.

3.        Isolasi Krisis

Rangkaian dari sebuah manajemen krisis memungkinkan perusahaan melakukan isolasi yang berarti upaya dari pencegahan krisis yang dapat menyebar ke berbagai bagian dalam perusahaan, sehingga krisis perlu  dikelola sebaik mungkin dengan melakukan karantina sembari menentukan kebijakan yang tepat dalam situasi tersebut.

Isolasi atau karantina sebuah krisis dilakukan pada tahapan akut, menurut Steven Fink mengkonsepkan sebagai tahapan akut dalam sebuah situasi krisis di tandai dengan gambarannya nyata krisis yang akan semakin dekat terjadi pada sebuah organisasi atau perusahaan. Tahapan ini krisis telah teeercium oleh publik dan media sudah mulai memberitakan peristiwa yang sedang terjadi, untuk itu perusahaan pada tahapan ini sudah melakukan pergerakan dengan mengeluarkan dokumen atau modul sebagai panduan perusahaan menangani krisis ini.

Berdasarkan hasil temuan penelitian humas PT.Angkasa Pura I Bandara Inteniasional I Gusti Ngurah Rai, tidak melakukan isolasi krisis pada situasi yang terjadi akibat erupsi  Gunung Agung yang berdampak padan Bandara. Bagi perusahaan penyedia jasa Bandara udara belum mengetahui tujuan dari adanya karantina dari situasi krisis.

Kegiatan isolasi diartikan sebagai hal yang penting seperti pendapat Renald Kasali bahwa isolasi krisis merupakan upaya pencegahan krisis agar tidak menyebar luas, dari pendapat tersebut maka perusahaan berkewajiban untuk melakukan karantina terhadap krisis yang terjadi saat dampak erupsi Gunung Agung. Kelumpuhan operasional akibat erupsi yang terjadi memungkinkan krisis yang menyebar, karena bagi perusahaan yang bergerak dalam hal transportasi udara, keberlangsungan dan kelancaran operasional adalah penggerak perusahaan ini dapat beroperasi. Namun ada hal-hal krusial yang harus  dilindungi agar tidak terkena dampak dari krisis tersebut, sehingga sektor-sektor yang lain akan tetap berjalan normal.

4.        Strategi pemulihan

Berdasarkan defenisi yang dikemukakan oleh Rhenald Kasali mengenai strategi pemulihan krisis bahwa hal ini merupakan strategi lanjutan dalam daur hidup krisis berdasarkan analisis situasi. Humas Ngurah Rai melakukan eksikusi program setelah melakukan analisa terhadap situasi yang terjadi. Eksekusi yang dilakukan pada tahap gangguan sejak tanggal 21 November 2017 kemudian setelah dinyatakan penutupan operasional pada tanggal 27 November 2017 yang dinyatakan pada tahap krisis bagi perusahaan, sehingga dibukanya kembali operasional Bandara pada tanggal 29 November 2017 merupakan sebuah fase yang dianggap rawan apabila tidak dilaksanakan dengan baik, karena eksekusi program yang telah direncanakan pada awal mengidentifikasi dan menganalisa merupakan penentu keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam menghadapi krisis.

Pasca terjadinya krisis akibat erupsi Gunung Agung yang berdampak pada penumpukan jumlah penumpang di Bandara Ngurah Rai, pada tanggal 29 November 2017 pukul 14.28 WITA operasional mulai normal kembali, pengelolaan krisis bagi humas Ngurah Rai bersama tim krisis tidak dinyatakan selesai begitu saja. Diperlukan strategi pemulihan yakni upaya lanjutan dari penanganan situasi krisis untuk memulihkan kembali situasi yang terjaddi untuk beroperasional normal kembali.

Merujuk pada pernyataan Ahmadd S. Adnanputra bahwa strategi adalah bagian terpadu dari suatu rencana (plan), yang merupakan produk dari suatu perencanaan (planning) yang akhirnya perencanaan menjadi bagian dari berjalannnya manajemen. Maksud dari strategi tersebut diharapakan perusahaan untuk mencapai win-win solution (menguntungkan kedua belah pihak) antara perusahaan untuk tetap mendapat kepercayaan publik, penumpang untuk tetap berkunjung dengan aman, nyaman dan damai di Bali, serta dunia pariwisata Bali yang tetap berkembang demi perekonomian masyarakat.

PT.Angkasa Pura I Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai menggunakan strategi adaptif untuk memulihkan situasi krisis yang terjadi. Seperti pendapat Renald Kasali mengenai pilihan strategi pemulihan yang dibagi dalam tiga hal, salah satu strategi dari pilihan tersebut adalah strategi adaptif yang merupakan cara untuk memulihkan kembali keadaan dengan mengubah kebijakan, memodifikasi operasional, kompromi dan meluruskan citra.

Humas Ngurah Rai bersama dengan tim krisis ADMP memilih strategi terbaik karena melakukan kompromi, menciptakan program melalui kebijakan atas pertimbangan general manager dan meluruskan keadaan dengan melakukan update informasi. Menjadi suatu yang di anggap gagah berani untuk memberikan informasi secara transparan kepada publik. Segala sesuatu yang sedang dihadapi perusahaan, baik perusahaan dalam keadaan berhasil bahkan perusahaan sedang dalam kondisi terpuruk sekalipun harus berani menghadapi dengan memberikan informasi yang sebenar-benarnya atas apa yang sedang dialami perusahaan.  Berusaha menghadapi dengan menerapkan strategi atas hasil analisis merupakan bagian dari bentuk pengelolaan informasi, dengan tujuan pemberitaan yang beredar di media cetak, elektornik maupun media  online tidak “liar” dalam hal ini terarah pada kasus yang sebenarnya, sehingga perusahaan lebih mudah mengambil langkah selanjutnya untuk melakukan apa yang terbaik bagi perusahaan.

5.        Program Pengendali

Program yang dikatakan sebagai langkah penerapan pasca terjadinya krisis merupakan suatu upaya pengendalian, dengan harapan daur hidup krisis tidak terjadi lagi. Walaupun krisis yang disebabkan oleh bencana alam yang dalam hal ini adda erupsi yang terjadi daru Gunung Agung tidak dapat dihindari, namun PT. Angkasa Pura I Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dapat lebih tanggap dan melakukan sesuatu. Humas Ngurah Rai bersama dengan tim krisis memaknai program pengendali tidak jauh berbeda dengan strategi pemulihan, kedua program yang dilakukan pada situasi krisis merupakan program yang dilakukan pada saat  krisis menghadapi tahap pemulihan.

Bagi perusahaan, keduanya memiliki tingkat kepentingan yang sama pasca terjadinya krisis, hanya saja strategi pemulihan lebih bertujuan untuk memulihkan keadaan untuk beroperasi normal kembali dengan sasaran dari program ini adalah publik eksternal yang berarti pengguna jasa Bandara udara Ngurah Rai. Dengan adanya berbagai event  yang digalakan serta berbagai interior pendukung didalam Bandara dapat membantu mengalihkan ingatan penumpang atas terjadinya situasi krisis pada November 2017,sehingga publik tetap merasa nyaman ketika mendarat maupun lepas landas melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa menejemen krisis yang dilakukan oleh humas PT.Angkasa Pura I Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali bertujuan untuk  mengelola situasi krisis erupsi Gunung Agung yang berdampak pada operasional Bandara.

Ini juga menjelaskan bahwa humas memiliki empat strategi manajemen krisis yang dituangkan dalam empat tahapan krisis, yakni indentifikasi dan analisis ada pada tahap pre-alert, eksekusi program pada tahap gangguan, strategi pemulihan ada pada tahap krisis dan program pengandalian.

Strategi yang dilakukan humas memiliki perbedaan dengan konsep strategi manajemen krisis Rhenal Kasali mengenai isolasi krisis, dimana pihak humas belum begitu memahami adanya isolasi dalam situasi krisis.

Strategi manajemen krisis humas Ngurah Rai juga menekankan strategi adaptif dengan melakukan modifikasi operasional, kompromi dan pengalihan fasilitas yang tertuang dalam prgram kerja humas, sehingga strategi yang direalisasikan dalam menghadapi situasi krisis dirasa cukup efektif, karena berdasarkan data yang diperoleh  bahwa jumlah penumpang mengalami pertumbuhan sebanyak 7% dari tahun lalu dengan periode yang sama.

Penulis: Nila Nirwanda

Load disqus comments

0 komentar