Pada dasarnya krisis dipandang oleh kebanyakan orang sebagai suatu
situasi atau kejadian yang lebih banyak memiliki implikasi negatif pada
organisasi daripada sebaliknya. Krisis bukanlah sebuah pilihan yang dapat
ditolak ataupun diterima oleh sebuah organisasi. Krisis terus hidup dan berkembang beriringan dengan lajunya organisasi dan lajunya komunikasi organisasi
tersebut. Ketika krisis muncul maka jalannya adalah memanage krisis tersebut
menjadi lebih terkendali atau terhandle. Krisis harus direspon dan ditangani dengan baik oleh perusahaan,
biasanya dapat dilakukan melalui Public Relations yang menghubungkan antara
organisasi dengan publiknya. Dan juga PR adalah fungsi manajemen yang
mengidentifikasi berbagai sikap yang ada di public. Beranjak dari hakikat PR inilah maka kita semua dapat
meresponi setiap krisis yang datang dan berkembang.
Pertama, libatkan manajemen secara langsung dalam area krisis. Ini
berarti juga menolong memperkecil stress yang mungkin dialami oleh senior management
dalam mengambil keputusan tentang penanggulangan krisis. PR dapat membuat
laporan secara bertahap tentang progress dari krisis yang terjadi bahkan
sekaligus melibatkan manajemen melalui kunjungan ke lokasi kejadian. Selain itu
jika terjadi korban misalnya untuk peristiwa jatuhnya pesawat terbang bisa mengajak
senior management untuk mendatangi pemakaman kru dan penumpang pesawat yang
jatuh, kompensasi keuangan yang diberikan secara langsung, pembuatan yayasan untuk
membantu anak-anak korban bencana Lumpur Lapindo, misalnya, dan sebagainya.
Kedua, Tindakan komunikasi yakni apa yang harus dikatakan dan disampaikan oleh perusahaan
mengenai krisis. Dalam hal ini informasi harus benar-benar dikemas dengan baik.
Kebutuhan informasi menjadi sangat tinggi. Karena itu informasi yang disampaikan harus cepat
tetapi juga akurat dan selalu di up to date. Ini merupakan prioritas utama. Media harus
digandeng untuk memberikan informasi yang tepat serta akurat pada public serta masyarakat secara luas. Informasi harus terpusat dan harus satu pintu, untuk memudahkan
lalu lintas informasi, karena itu perlu dibuat crisis center atau emergency
centre dengan staf yang terlatih.
Public Relations harus berperan dalam menginformasikan kepada public tentang
apa yang terjadi, apa yang sedang dan akan dilakukan perusahaan dan apa yang
harus di lakukan oleh public. Ini merupakan pendekatan simbolik yang harus
dituju oleh organisasi (Gould & Kelly, 1974 dalam Putra, 1999: 96). Bahkan
pada waktu krisis telah selesai ditanggulangi atau diredam, peran PR adalah memperbaiki
hubungan dan posisi perusahaan di masyarakat secara umum dan stakeholders
secara khusus. Ini dapat dilakukan dengan melakukan beberapa pertemuan-pertemuan penting dengan
pemerintah, karyawan dan keluarganya, media internal atau dalam sebuah perusahaan, media massa
dan melanjutkan strategi komunikasi jujur dan terbuka.
Dan dalam hal ini kedua tindakan tadi harus mencerminkan dua hal. Pertama,
tanggungjawab yang tinggi dari pihak manajemen organisasi terhadap harkat atau berbagai nilai kemanusiaan. Upaya pencarian tumbal atau pihak ketiga, menghindari
media, berdiam diri alias off the record, ketidakjujuran, manipulasi data,
sebaiknya dihindari karena justru berujung pada jatuhnya reputasi perusahaan. Kedua,
komunikasi yang dibangun atas dasar kejujuran dalam upaya membangun hubungan
yang baik dan kepercayaan public terhadap niat baik organisasi. Keduanya tidak
dapat dipisahkan menjadi satu sama lain, dan harus menjadi satu wilayah perhatian dari
Public Relations. Seperti dikemukakan oleh Sen & Egelhoff (1991:81) : “It is always important to show
concern for the victims. However this must be done in a credible way. Statement have to be backed by actions. Good intentions have to be actually
implemented”.
Penulis: Thata Shafira Dwi Ananda
0 komentar